Kamis, 19 April 2012, Saya, Hani, Reccy,
dan Endah berbagi cerita di kamar mess saya. Awalnya, Reccy bercerita tentang
pengalaman dia ketika rafting ‘arung
jeram’ di Citarik. Kami pun sangat antusias mendengarkan kronologinya dan
terpacu untuk pergi ke sana. Iseng-iseng Reccy googling tempat-tempat wisata
alam di area Jawa Barat, mulai dari Sawarna Beach (Kabupaten Lebak, Banten).
Area ini sangat terkenal dengan keeksotisan penghuni alam dasar laut dan pasir
putih yang menawan. Pencarian beralih ke Umang Island (Selatan Ujung Kulon,
Desa Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten). Pulau ini mirip dengan Gili
Trawangan, Lombok. Jika Anda berdomisili di Jawa Barat dan ingin berkunjung ke
Gili Trawangan, don’t cry and don’t sad,
gak usah nyebrang pulau, cukup menginjakan kaki Anda ke Umang Beach, segala
hasrat Anda akan terpenuhi. (Hehe...Sotoi banget, padahal saya aja belum ke
sana :D). Pencarian terakhir yaitu Pangandaran Beach (Ciamis, Jawa Barat). Hal
yang mengundang ketertarikan kita adalah terdapat sebuah miniatur Grand Canyon,
Corolado, Amerika Serikat, di tempat itu. Setelah melakukan voting, kami pun
berencana untuk berlibur ke Pangandaran Beach minggu depan.
Sehari menjelang kepergian ke
Pangandaran Beach, dua personel tim penjelajah tidak bisa ikut karena harus
mengemban tugas instansi. Yang tersisa hanya empat orang. Dengan penuh skeptis
kami mencoba melangkah. Tiba-tiba pukul 16.00 WIB, 26 April 2012 kami pun
sepakat untuk tetap pergi walaupun hanya empat orang. Saya dengan sigap segera
menelefon ayah saya untuk mempersiapkan mobil dan sopir. Teh Yuyun browsing hotel. Risdha menelefon hotel.
Kami bertiga rapat sejenak. Keputusannya adalah Jumat, 27 April 2012, pukul
17.00 kami siap berangkat.
Baju, peralatan mandi, peralatan salat, sunblock, sudah masuk koper. Pukul 17.30
jemputan kami pun tiba. Namun, selama perjalanan di area Parungkuda – Cibadak –
Cisaat kami terjebak macet karena ada burik (bubaran pabrik) hehe... Kami berhenti
di Kota Sukabumi untuk mampir ke Alfamart dan ATM. Sepuluh menit kemudian, kami
mampir lagi di restoran seafood (isi energi dulu, supaya bisa tidur nyenyak
selama perjalanan J). Kami pun berhenti lagi di
sebuah masjid mewah dan bersih, masih di kawasan Sukabumi yang mendekati
Cianjur. Selesai cuci muka, sikat gigi, salat Magrib dan Isya, kami langsung
melanjutkan perjalanan tanpa mampir-mampir lagi. Pukul 4 pagi kami sampai pintu
gerbang area Pangandaran Beach. Biaya masuknya adalah Rp27.700,00. Sepanjang
perjalanan banyak calo yang menawarkan hotel. Akhirnya dengan bantuan mereka,
kami pun menemukan Pondok Wisata Teratai, Jalan Pantai Barat, Belakang Pondok
Seni Pangandaran. Fasilitas double big spring bed, kamar mandi dalam, AC, TV
LCD, Cermin besar, Air aqua galon lengkap dengan dispensernya. Harga sewa
Rp200.000,00 per malam. Kapasitas maksimal 4 orang. Tapi, 6 orang juga bisa
masuk, satu kasur memuat 3 orang.
Kami rehat sejenak menunggu azan
subuh. Pukul 5 kurang azan subuh pun berkumandang. Kami secara bergiliran antre
kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan salat berjamaah secara
berpasang-pasangan karena keterbatasan tempat. Waktu yang tersisa 2 jam untuk
memaksimalkan tidur karena selama perjalanan, kenyamanan tidur terganggu
disebabkan perjalanan berkelok-kelok. Kami bangun dengan segar bugar dan
indahnya mentari menyambut di pagi itu. Tiba-tiba terdengar suara ketukan
penjual nasi uduk. Menu sarapan pagi itu adalah nasi uduk, telur asin, dan
gorengan.
Di bawah ini foto-foto tempat kami menginap
Contact Wisma Teratai
Tampilan Garasi Wisma Teratai
Tampilan Halaman Depan Wisma Teratai
Tampilan Kamar Mandi Wisma Teratai
Tampilan Kamar Tidur Wisma Teratai
Pukul 08.30 kami mulai meluncur ke Cijulang.
Jarak Pangandaran – Cijulang adalah 31 km, jadi bisa ditempuh ½ jam
berkendaraan dengan kondisi jalan yang cukup rusak. Tujuan pertama kami adalah Green
Canyon yang terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat. Tiba di Cijulang sekitar pukul 09.00. Setelah memarkir mobil, kami
segera ke Dermaga (tempat menyimpan perahu untuk mengantarkan pengunjung dalam
menyusuri sungai menuju Green Canyon). Harga sewa perahu Rp75.000,00 dengan
kapasitas maksimal 5 orang. Salah satu
pemandangan yang memesona adalah lorong gua dengan stalaktit dan stalaknit yang
terapit oleh dua bukit yang ditumbuhi pepohonan yang rimbun membuat kami merasa
berpetualang. Selain itu, terdapat sebuah jembatan yang menjulang dan
menghubungkan kedua bukit di atas sungai yang mengalir sepanjang 40 meter dan
membentuk sebuah terowongan di atas aliran sungai yang berwarna hijau.
Nama asli tempat ini adalah Cukang Taneuh ‘jembatan tanah’ yang tertera di pintu masuk tempat wisata ini. Hal itu dikarenakan di atas lembah dan jurang Green Canyon terdapat jembatan dari tanah yang digunakan oleh para petani di sekitar sana untuk menuju kebun mereka (itu dulu, tapi sekarang tidak demikian). Asal muasal pemberian nama Green Canyon disebabkan oleh seorang turis berwarga negara Perancis yang berwisata ke tempat ini dan menamainya dengan sebutan Green Canyon sejak tahun 1993 dan sampai sekarang nama ini dikenal oleh banyak masyarakat. Suasana begitu gelap karena sang mentari belum muncul. Alhamdulilah saat itu sedang musim kemarau, jadi air begitu jernih berwarna hijau toska dan kami pun bisa berenang menyusuri sungai itu. Namun jika cuaca buruk atau musim hujan, air sungai berubah warna menjadi cokelat dan pengunjung dilarang berenang. Dalam rangka menikmati kesegaran air sungai di lembah hijau ini, pengunjung diwajibkan menggunakan pelampung dengan ditemani pemandu yang berpengalaman karena kedalaman air dan derasnya arus sungai. Kita hanya boleh berenang di kawasan khusus bertanda kedalaman 3 meter.
Nama asli tempat ini adalah Cukang Taneuh ‘jembatan tanah’ yang tertera di pintu masuk tempat wisata ini. Hal itu dikarenakan di atas lembah dan jurang Green Canyon terdapat jembatan dari tanah yang digunakan oleh para petani di sekitar sana untuk menuju kebun mereka (itu dulu, tapi sekarang tidak demikian). Asal muasal pemberian nama Green Canyon disebabkan oleh seorang turis berwarga negara Perancis yang berwisata ke tempat ini dan menamainya dengan sebutan Green Canyon sejak tahun 1993 dan sampai sekarang nama ini dikenal oleh banyak masyarakat. Suasana begitu gelap karena sang mentari belum muncul. Alhamdulilah saat itu sedang musim kemarau, jadi air begitu jernih berwarna hijau toska dan kami pun bisa berenang menyusuri sungai itu. Namun jika cuaca buruk atau musim hujan, air sungai berubah warna menjadi cokelat dan pengunjung dilarang berenang. Dalam rangka menikmati kesegaran air sungai di lembah hijau ini, pengunjung diwajibkan menggunakan pelampung dengan ditemani pemandu yang berpengalaman karena kedalaman air dan derasnya arus sungai. Kita hanya boleh berenang di kawasan khusus bertanda kedalaman 3 meter.
Selain menjelajahi sungai, Anda yang
bernyali besar dapat memacu adrenalin dengan melompat dari sebuah batu besar
yang dinamakan Batu Payung dan berjarak 4 meter menuju sungai. Harga pelampung Rp25.000,00 dengan
durasi yang telah ditentukan. Jika overtime,
Anda terkena charge.
Kami pun mengabadikan momen-momen indah itu.
Prepare to come back to Sukabumi
Menjelang Keberangkatan
Gerbang Utama Green Canyon
Pelabuhan Bangsal (Tempat bertengger perahu-perahu untuk mengantar pengunjung menuju muara Sungai Green Canyon)
Perjalanan menuju Green Canyon
Air payau (perpaduan air laut dan sungai)
Sinar matahari membiaskan air sungai
Mata air yang mengucur seperti hujan
Ah.....Segarnya.....
Terkena insiden kaki keram
Untaian air ini menyejukkan kepala kami
Bersahabat dengan ombak...
Kiat-kiat sebelum menuju banana boat
Bersepeda ria di sore hari
View Pangandaran Beach
Senja di Pangandaran Beach
Air payau (perpaduan air laut dan sungai)
Sinar matahari membiaskan air sungai
Mata air yang mengucur seperti hujan
Ah.....Segarnya.....
Terkena insiden kaki keram
Untaian air ini menyejukkan kepala kami
Setelah menikmati
kesegaran sungai Green Canyon, kami pun segera tancap gas menuju Batukaras
Beach. Objek wisata yang satu ini
merupakan perpaduan nuansa alam antara objek wisata Pangandaran dan Batu Hiu
dengan suasana alam yang tenang, gelombang laut yang bersahabat dengan
pantainya yang landai membuat pengunjung kerasan tinggal di kawasan ini.
Terletak di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang dengan jarak ± 34 km dari
Pangandaran. Harga tiket masuk kawasan ini adalah Rp27.700,00 per mobil.
Saat itu, kami naik banana boat. Transaksi pun
terjadi. Perempuan identik dengan tawar menawar. Alhamdulilah, si akangnya
membanting harga mulai dari Rp100.000,00 per orang menjadi Rp25.000,00 per
orang. Murah banget. Kami pun segera beraksi di tengah laut J. Setelah
puas berenang dan bermain ombak, kami menuju kamar mandi untuk membilas
sisa-sisa pasir yang yang nyangkut di baju kami. Dengan sangat terpaksa dan
perasaan tak nyaman, kami pulang menuju penginapan dengan keadaan basah kuyup.
Waktu terasa lama, alhamdulilah tiba juga di losmen tercinta.
Beginilah suasana yang terekam dari balik lensa kamera.
Kiat-kiat sebelum menuju banana boat
Banana boat siap meluncur
Usai makan siang, kami tidur sebentar untuk
menyegarkan badan. Pukul 16.30, Nurmala Sali, Adik Teh Yun menjemput kami untuk
bersepeda ria di area Pangandaran. Dengan dikomandoi Adit (tunangan Mala), kami
pun aman menyusuri jalan. Suasana saat itu begitu cerah, angin membelai begitu
menyejukkan. Tak lupa, kami pun berhenti di pesisir pantai untuk menikmati
suasana dan yang terpenting adalah mengabadikan momen terindah tersebut.
Setelah puas menyisir pantai, kami pun mengayuh kembali sepeda untuk menjemput
sunset. Namun dewi fortuna tidak berpihak kepada kami, sunset pun sudah lama
berlalu. Kami hanya menikmati es kelapa dengan keindahan senja di malam itu.
Kami pun pulang dengan harapan sirna.
View Pangandaran Beach
Senja di Pangandaran Beach
Sore-sore minum es kelapa untuk menghilangkan lelah karena telah mengayuh sepeda selama berjam-jam
Selesai salat Isya, kami menyusuri area Pangandaran
untuk mencari makan malam. Karena kondisi perut yang kenyang gak jelas (mungkin
terlalu banyaknya makan siang yang masuk ke perut kami), Mie bakso Pak Aciplah
yang menjadi target kami. Mienya sehat lho, si tetehnya langsung menggiling
adonan mie di tempat (fresh from the oven)
yummy.... Minumannya variatif, harga terjangkau. Restauran ini menggunakan
daging sapi dalam adonan baksonya (jarang-jarang di pesisir pantai ada yang
jualan bakso seperti ini). Tempat ini terletak di belakang Hotel Laut Biru.
Setelah selesai mengisi amunisi, kami menuju pasar ikan dan pasar suvenir
karena tempat ini sangat strategis. Hari itu sangat melelahkan dan tidur pun
sangat pulas.
Pukul 07.00 kami prepare
pulang. Kami mengejar waktu karena esok hariny harus beraktivitas kembali. Di
tengah perjalanan, area Ciamis, kami mampir di rumah makan Ampera (khas Sunda).
Menu makanannya cocok banget dengan lidahku dan harganya pun terjangkau. Semua
makanan di sana tersaji panas-panas karena semua ikan langsung digoreng sesuai
dengan pesanan pelanggan. Namun, kekurangannya kita harus antre dan menunggu
agak lama. Lalu, kami salat zuhur dan Asar jamak takdim.
Prepare to come back to Sukabumi
Perjalanan
dilanjutkan ke Rajapolah atau king action
hehe. Nama Rajapolah identik dengan pusat perdagangan kerajinan tangan.
Berbagai jenis produk anyaman dapat dijumpai di jalan utama Rajapolah, sebuah
kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Tas, kipas besar, bingkai
cermin, keranjang sampah, tempat tisu, sandal, tikar, dompet, dan barang anyaman
lain terpajang di toko-toko yang berjejer di jalan sepanjang 1 kilometer itu.
Di
sepanjang jalan Rajapolah terdapat sekitar 40 toko yang menjajakan produk
kerajinan tangan berbahan dasar pandan, mendong, eceng gondok, rotan, kayu, dan
kain bordir. Produk yang diminati pengunjung biasanya tas anyaman, kotak
multifungsi, dan kap lampu ukuran kecil. Harga produk yang ditawarkan sekitar
Rp15.000,00 – Rp 300.000.
Kerajinan
anyaman di Rajapolah yang merupakan usaha turun-temurun telah mengalami banyak
kemajuan, baik dari segi pemasaran maupun keanekaragaman produk. Kalau dulu
anyaman pandan hanya berbentuk tikar, sekarang sedikitnya ada 50 jenis barang
yang siap untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Rajapolah
terletak di kabupaten Tasikmalaya, berjarak 90 kilometer dari Bandung dan dapat
ditempuh dengan bus atau kendaraan pribadi dalam waktu sekitar 1,5 jam. Tapi
jangan salah, sekitar satu kilometer sebelum mencapai Rajapolah terdapat fly over yang menghubungkan Bandung
dengan pinggiran Kota Ciamis menuju Yogyakarta tanpa melalui Kota Tasikmalaya
dan Ciamis. Untuk mencapai Rajapolah, kita harus mengambil jalan bawah yang
menuju Kota Tasikmalaya.
Setelah
puas belanja, kami pun menuju asrama.