Senin, 14 Mei 2012

Cukang Taneuh (Ciamis), Miniatur Grand Canyon (Corolado, Amerika Serikat)


Kamis, 19 April 2012, Saya, Hani, Reccy, dan Endah berbagi cerita di kamar mess saya. Awalnya, Reccy bercerita tentang pengalaman dia ketika rafting ‘arung jeram’ di Citarik. Kami pun sangat antusias mendengarkan kronologinya dan terpacu untuk pergi ke sana. Iseng-iseng Reccy googling tempat-tempat wisata alam di area Jawa Barat, mulai dari Sawarna Beach (Kabupaten Lebak, Banten). Area ini sangat terkenal dengan keeksotisan penghuni alam dasar laut dan pasir putih yang menawan. Pencarian beralih ke Umang Island (Selatan Ujung Kulon, Desa Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten). Pulau ini mirip dengan Gili Trawangan, Lombok. Jika Anda berdomisili di Jawa Barat dan ingin berkunjung ke Gili Trawangan, don’t cry and don’t sad, gak usah nyebrang pulau, cukup menginjakan kaki Anda ke Umang Beach, segala hasrat Anda akan terpenuhi. (Hehe...Sotoi banget, padahal saya aja belum ke sana :D). Pencarian terakhir yaitu Pangandaran Beach (Ciamis, Jawa Barat). Hal yang mengundang ketertarikan kita adalah terdapat sebuah miniatur Grand Canyon, Corolado, Amerika Serikat, di tempat itu. Setelah melakukan voting, kami pun berencana untuk berlibur ke Pangandaran Beach minggu depan.
 
Sehari menjelang kepergian ke Pangandaran Beach, dua personel tim penjelajah tidak bisa ikut karena harus mengemban tugas instansi. Yang tersisa hanya empat orang. Dengan penuh skeptis kami mencoba melangkah. Tiba-tiba pukul 16.00 WIB, 26 April 2012 kami pun sepakat untuk tetap pergi walaupun hanya empat orang. Saya dengan sigap segera menelefon ayah saya untuk mempersiapkan mobil dan sopir. Teh Yuyun browsing hotel. Risdha menelefon hotel. Kami bertiga rapat sejenak. Keputusannya adalah Jumat, 27 April 2012, pukul 17.00 kami siap berangkat.
 
Baju, peralatan mandi, peralatan salat, sunblock, sudah masuk koper. Pukul 17.30 jemputan kami pun tiba. Namun, selama perjalanan di area Parungkuda – Cibadak – Cisaat kami terjebak macet karena ada burik (bubaran pabrik) hehe... Kami berhenti di Kota Sukabumi untuk mampir ke Alfamart dan ATM. Sepuluh menit kemudian, kami mampir lagi di restoran seafood (isi energi dulu, supaya bisa tidur nyenyak selama perjalanan J). Kami pun berhenti lagi di sebuah masjid mewah dan bersih, masih di kawasan Sukabumi yang mendekati Cianjur. Selesai cuci muka, sikat gigi, salat Magrib dan Isya, kami langsung melanjutkan perjalanan tanpa mampir-mampir lagi. Pukul 4 pagi kami sampai pintu gerbang area Pangandaran Beach. Biaya masuknya adalah Rp27.700,00. Sepanjang perjalanan banyak calo yang menawarkan hotel. Akhirnya dengan bantuan mereka, kami pun menemukan Pondok Wisata Teratai, Jalan Pantai Barat, Belakang Pondok Seni Pangandaran. Fasilitas double big spring bed, kamar mandi dalam, AC, TV LCD, Cermin besar, Air aqua galon lengkap dengan dispensernya. Harga sewa Rp200.000,00 per malam. Kapasitas maksimal 4 orang. Tapi, 6 orang juga bisa masuk, satu kasur memuat 3 orang.
 
Kami rehat sejenak menunggu azan subuh. Pukul 5 kurang azan subuh pun berkumandang. Kami secara bergiliran antre kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan  salat berjamaah secara berpasang-pasangan karena keterbatasan tempat. Waktu yang tersisa 2 jam untuk memaksimalkan tidur karena selama perjalanan, kenyamanan tidur terganggu disebabkan perjalanan berkelok-kelok. Kami bangun dengan segar bugar dan indahnya mentari menyambut di pagi itu. Tiba-tiba terdengar suara ketukan penjual nasi uduk. Menu sarapan pagi itu adalah nasi uduk, telur asin, dan gorengan.
Di bawah ini foto-foto tempat kami menginap
Contact Wisma Teratai

Tampilan Garasi Wisma Teratai 
 Tampilan Halaman Depan Wisma Teratai

 Tampilan Kamar Mandi Wisma Teratai

Tampilan Kamar Tidur Wisma Teratai

Pukul 08.30 kami mulai meluncur ke Cijulang. Jarak Pangandaran – Cijulang adalah 31 km, jadi bisa ditempuh ½ jam berkendaraan dengan kondisi jalan yang cukup rusak. Tujuan pertama kami adalah Green Canyon yang terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Tiba di Cijulang sekitar pukul 09.00. Setelah memarkir mobil, kami segera ke Dermaga (tempat menyimpan perahu untuk mengantarkan pengunjung dalam menyusuri sungai menuju Green Canyon). Harga sewa perahu Rp75.000,00 dengan kapasitas maksimal 5 orang.  Salah satu pemandangan yang memesona adalah lorong gua dengan stalaktit dan stalaknit yang terapit oleh dua bukit yang ditumbuhi pepohonan yang rimbun membuat kami merasa berpetualang. Selain itu, terdapat sebuah jembatan yang menjulang dan menghubungkan kedua bukit di atas sungai yang mengalir sepanjang 40 meter dan membentuk sebuah terowongan di atas aliran sungai yang berwarna hijau. 
             Nama asli tempat ini adalah Cukang Taneuh ‘jembatan tanah’ yang tertera di pintu masuk tempat wisata ini. Hal itu dikarenakan di atas lembah dan jurang Green Canyon terdapat jembatan dari tanah yang digunakan oleh para petani di sekitar sana untuk menuju kebun mereka (itu dulu, tapi sekarang tidak demikian). Asal muasal pemberian nama Green Canyon disebabkan oleh seorang turis berwarga negara Perancis yang berwisata ke tempat ini dan menamainya dengan sebutan Green Canyon sejak tahun 1993 dan sampai sekarang nama ini dikenal oleh banyak masyarakat. Suasana begitu gelap karena sang mentari belum muncul. Alhamdulilah saat itu sedang musim kemarau, jadi air begitu jernih berwarna hijau toska dan kami pun bisa berenang menyusuri sungai itu. Namun jika cuaca buruk atau musim hujan, air sungai berubah warna menjadi cokelat dan pengunjung dilarang berenang. Dalam rangka menikmati kesegaran air sungai di lembah hijau ini, pengunjung diwajibkan menggunakan pelampung dengan ditemani pemandu yang berpengalaman karena kedalaman air dan derasnya arus sungai. Kita hanya boleh berenang di kawasan khusus bertanda kedalaman 3 meter.
Selain menjelajahi sungai, Anda yang bernyali besar dapat memacu adrenalin dengan melompat dari sebuah batu besar yang dinamakan Batu Payung dan berjarak 4 meter menuju sungai. Harga pelampung Rp25.000,00 dengan durasi yang telah ditentukan. Jika overtime, Anda terkena charge.
Kami pun mengabadikan momen-momen indah itu.
 Menjelang Keberangkatan
 Gerbang Utama Green Canyon

 Pelabuhan Bangsal (Tempat bertengger perahu-perahu untuk mengantar pengunjung menuju muara Sungai Green Canyon)


Perjalanan menuju Green Canyon

 Air payau (perpaduan air laut dan sungai)

 Sinar matahari membiaskan air sungai

 Mata air yang mengucur seperti hujan


 Ah.....Segarnya.....
Terkena insiden kaki keram

Untaian air ini menyejukkan kepala kami

Setelah menikmati kesegaran sungai Green Canyon, kami pun segera tancap gas menuju Batukaras Beach. Objek wisata yang satu ini merupakan perpaduan nuansa alam antara objek wisata Pangandaran dan Batu Hiu dengan suasana alam yang tenang, gelombang laut yang bersahabat dengan pantainya yang landai membuat pengunjung kerasan tinggal di kawasan ini. Terletak di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang dengan jarak ± 34 km dari Pangandaran. Harga tiket masuk kawasan ini adalah Rp27.700,00 per mobil.
Saat itu, kami naik banana boat. Transaksi pun terjadi. Perempuan identik dengan tawar menawar. Alhamdulilah, si akangnya membanting harga mulai dari Rp100.000,00 per orang menjadi Rp25.000,00 per orang. Murah banget. Kami pun segera beraksi di tengah laut J. Setelah puas berenang dan bermain ombak, kami menuju kamar mandi untuk membilas sisa-sisa pasir yang yang nyangkut di baju kami. Dengan sangat terpaksa dan perasaan tak nyaman, kami pulang menuju penginapan dengan keadaan basah kuyup. Waktu terasa lama, alhamdulilah tiba juga di losmen tercinta.
Beginilah suasana yang terekam dari balik lensa kamera.
 Bersahabat dengan ombak...

 Kiat-kiat sebelum menuju banana boat

 Banana boat siap meluncur

Usai makan siang, kami tidur sebentar untuk menyegarkan badan. Pukul 16.30, Nurmala Sali, Adik Teh Yun menjemput kami untuk bersepeda ria di area Pangandaran. Dengan dikomandoi Adit (tunangan Mala), kami pun aman menyusuri jalan. Suasana saat itu begitu cerah, angin membelai begitu menyejukkan. Tak lupa, kami pun berhenti di pesisir pantai untuk menikmati suasana dan yang terpenting adalah mengabadikan momen terindah tersebut. Setelah puas menyisir pantai, kami pun mengayuh kembali sepeda untuk menjemput sunset. Namun dewi fortuna tidak berpihak kepada kami, sunset pun sudah lama berlalu. Kami hanya menikmati es kelapa dengan keindahan senja di malam itu. Kami pun pulang dengan harapan sirna.

 Bersepeda ria di sore hari
 View Pangandaran Beach

 Senja di Pangandaran Beach

Sore-sore minum es kelapa untuk menghilangkan lelah karena telah mengayuh sepeda selama berjam-jam

Selesai salat Isya, kami menyusuri area Pangandaran untuk mencari makan malam. Karena kondisi perut yang kenyang gak jelas (mungkin terlalu banyaknya makan siang yang masuk ke perut kami), Mie bakso Pak Aciplah yang menjadi target kami. Mienya sehat lho, si tetehnya langsung menggiling adonan mie di tempat (fresh from the oven) yummy.... Minumannya variatif, harga terjangkau. Restauran ini menggunakan daging sapi dalam adonan baksonya (jarang-jarang di pesisir pantai ada yang jualan bakso seperti ini). Tempat ini terletak di belakang Hotel Laut Biru. Setelah selesai mengisi amunisi, kami menuju pasar ikan dan pasar suvenir karena tempat ini sangat strategis. Hari itu sangat melelahkan dan tidur pun sangat pulas.
Pukul 07.00 kami prepare pulang. Kami mengejar waktu karena esok hariny harus beraktivitas kembali. Di tengah perjalanan, area Ciamis, kami mampir di rumah makan Ampera (khas Sunda). Menu makanannya cocok banget dengan lidahku dan harganya pun terjangkau. Semua makanan di sana tersaji panas-panas karena semua ikan langsung digoreng sesuai dengan pesanan pelanggan. Namun, kekurangannya kita harus antre dan menunggu agak lama. Lalu, kami salat zuhur dan Asar jamak takdim.


Prepare to come back to Sukabumi


Perjalanan dilanjutkan ke Rajapolah atau king action hehe. Nama Rajapolah identik dengan pusat perdagangan kerajinan tangan. Berbagai jenis produk anyaman dapat dijumpai di jalan utama Rajapolah, sebuah kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Tas, kipas besar, bingkai cermin, keranjang sampah, tempat tisu, sandal, tikar, dompet, dan barang anyaman lain terpajang di toko-toko yang berjejer di jalan sepanjang 1 kilometer itu.
Di sepanjang jalan Rajapolah terdapat sekitar 40 toko yang menjajakan produk kerajinan tangan berbahan dasar pandan, mendong, eceng gondok, rotan, kayu, dan kain bordir. Produk yang diminati pengunjung biasanya tas anyaman, kotak multifungsi, dan kap lampu ukuran kecil. Harga produk yang ditawarkan sekitar Rp15.000,00 – Rp 300.000.
Kerajinan anyaman di Rajapolah yang merupakan usaha turun-temurun telah mengalami banyak kemajuan, baik dari segi pemasaran maupun keanekaragaman produk. Kalau dulu anyaman pandan hanya berbentuk tikar, sekarang sedikitnya ada 50 jenis barang yang siap untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Rajapolah terletak di kabupaten Tasikmalaya, berjarak 90 kilometer dari Bandung dan dapat ditempuh dengan bus atau kendaraan pribadi dalam waktu sekitar 1,5 jam. Tapi jangan salah, sekitar satu kilometer sebelum mencapai Rajapolah terdapat fly over yang menghubungkan Bandung dengan pinggiran Kota Ciamis menuju Yogyakarta tanpa melalui Kota Tasikmalaya dan Ciamis. Untuk mencapai Rajapolah, kita harus mengambil jalan bawah yang menuju Kota Tasikmalaya.
Setelah puas belanja, kami pun menuju asrama.