Depopulasi
Program
Setelah
sukses mengorbitkan buku pertamanya yang berjudul The Jacatra Secreet yang membahas tentang simbol freemansonry di
Kota Tua, Jakarta, kini Rizki Ridyasmara meluncurkan buku kedua yang diberi
judul Codex. Buku kedua ini membahas
tentang konspirasi jahat Pentagon dan Gedung Putih dengan penyisipan racun di
atas meja makan. Berkat kontribusi Salsabila Kautsar Utama, buku ini dapat
sampai ke tangan saya.
Buku
ini berjenis faksi (fakta dan imajinasi) yaitu berisi tentang fakta-fakta
kandungan racun dalam makanan dan kisah cinta antara seorang Doktor dengan mantan
sniper pasukan Australia. Kisah-kisah yang menegangkan dan penuh intrik
terjalin dengan sempurna didukung oleh setting Italia, yang dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang kondisi geografis dan budaya negara yang dikenal
dengan kelezatan espresonya ini.
Tokoh
utama dalam novel ini adalah George Marshall (mantan tentara Australia dari
pasukan elite SAS-Australian) dan Doktor Alda Adrina (Saintis senior La Rocher
Laboratory di Milan) yang bergerak dalam bidang biologi molekular. Cerita
berawal dari kisah cinta antara George dan Adrina. Mereka dipertemukan di
Laboratorium Medis Angkatan Laut AS NAMRU, Jakarta. Ketika itu, George Marshall
tengah menyelidiki kematian dua turis Inggris di Bali akibat terpapar virus
H5N1, sedangkan Doktor Adrina menjadi tamu kehormatan NAMRU yang diutus La
Rocher Alboratory untuk melakukan pengujian sejumlah sampel darah yang menjadi
bagian dari riset biomedisnya.
Pertemuan
demi pertemuan mereka lewati. Timbullah benih-benih cinta di antara mereka. Il colpo di fulmine ‘cinta pada
pandangan pertama’. Setelah menjalani pacaran yang amat singkat, keduanya pun
mengikat janji di sebuah gereja di Milan. Pernikahan mereka tidak disertai
bulan madu karena keduanya harus segera kembali pada kesibukannya
masing-masing. Doktor Adrina dengan tugas risetnya, sedangkan George segera
meninggalkan Milan untuk kembali ke Sidney selama beberapa pekan.
Cinta
ternyata tak bisa langgeng saat keduanya jarang bertemu. Bohong besar jika ada
orang yang menyatakan bahwa kualitas pertemuan lebih penting daripada kuantitas
dalam memelihara hubungan. Keduanya, kuantitas dan kualitas, absolut
diperlukan. Pernikahan itu pun tidak bertahan lama. George dan Adrina akhirnya
sama-sama merasa jika pernikahan ternyata bukanlah medium yang tepat untuk
mereka. Persahabatan yang tulus, mungkin itu yang lebih bermakna. Mereka pun
memilih bercerai dengan baik-baik, namun keduanya tetap memelihara cincin
kawinnya di jari manis masing-masing.
Perpisahan
itu, walaupun dilakukan dengan baik-baik, tetap menimbulkan luka di hati
masing-masing. Dr. Adrina berusaha mengobatinya dengan menggunakan seluruh
waktu dan perhatiannya di Laboratorium, sedangkan George memilih untuk memulai
hidup baru sebagai seorang novelis. Adrina tetap di Milan, sedangkan George
memilih untuk menetap di pinggiran Jakarta.
Adrina
menjadi target untuk dieksekusi karena pemegang microchip yang menjadi incaran
mafia La Cosa Nostra, La Camorra, dan CIA (agen rahasia AS). Akan tetapi, Alda
tidak menyadari hal itu. Alda meminta George untuk terbang ke Milan dalam
rangka menyelidiki kasus kematian para saintis dengan cara mengenaskan.
Pertemuan
itu menimbulkan kembali benih-benih cinta yang telah lama mengendap. Keduanya
tidak dapat menyembunyikan perasaan masing-masing bahwa mereka masih saling
mencintai. Di depan mereka telah banyak pasang mata dan senjata yang siap
memantau dan mengeksekusi mereka. Mereka dengan tidak sengaja telah melibatkan
dua orang profesor yaitu Profesor Lombardo (rekan kerja Adrina di La Rocher dan
Universitas Roma) dan Profesor Salvo Contrada.
Vila
Salvo Contrada menjadi tempat yang dianggap aman untuk membuka dan membahas microchip
yang menjadi buruan banyak mafia. Isi microchip tersebut adalah depopulation
program. Program ini didalangi oleh Pentagon dan Gedung Putih. Program ini
resminya diluncurkan di masa Presiden Jimmy Carter. Dalam dokumen rahasia untuk
U.S. National Security tertanggal 24 April 1974, berjudul “Implikasi
Pertambahan Penduduk Dunia Atas Keamanan dan Kepentingan AS di Luar Negeri”,
Kissinger menyatakan:
“Pengurangan jumlah penduduk dunia harus
menjadi prioritas utama politik Luar Negeri AS. Amerika Serikat akan memerlukan
bahan-bahan sumber mineral dengan jumlah banyak dari luar negeri, terutama yang
berasal dari negara-negara berkembang. Dengan mengurangi jumlah penduduknya
maka akan dapat meningkatkan prospek stabilitas, kebijakan kependudukan menjadi
relevan berkaitan dengan sumber-sumber daya alam, pasokannya, dan kepentingan perekonomian
AS sendiri.”
(Untuk melihat teks aslinya, silakan
download di http://wlym.com/text/NSSM200.htm.)
Codex
Alimentarius sekarang telah menjadi kuda tunggangan bagi proyek jahat
Depopulation. Nyaris seluruh produk pangan dewasa ini dari bibit tumbuhan
hingga menjadi berbagai macam produk makanan dijual bebas di seluruh mal dan
supermarket di dunia. Penggunaan vaksin yang dikampanyekan WHO sebagai anti
penyakit atau untuk kekebalan tubuh manusia merupakan salah satu konspirasi
yang mendukung program depupulation ini. Banyak vaksin justru merupakan zat
berbahaya yang lebih jahat ketimbang penyakit yang ingin ditangkalnya. Dalam
simposium perkembangan masa depan dunia di tahun 1957, vaksin dikampanyekan ke seluruh
dunia dan hasilnya, sampai dengan tahun 1960-an, ribuan orang di seluruh dunia
meninggal akibat kanker. Padahal vaksin itu dibuat dari sejumlah mikroba,
antibiotik, zat kimia, dan sampingan bahan-bahan metal dan hewan. Dalam
microchip itu dijelaskan bahwa “jeroan” dalam sejumlah vaksin populer terdapat
kandungan formalin, janin anak ayam, jaringan sel diploid ketuban janin bayi
aborsi, indikator merah albumin manusia, 2-phenoxyethenol lapisan malar ginjal
monyet, phenol suatu persenyawaan yang dihasilkan dari penyulingan cairan
gelembung tar dari kulit anak sapi, sel ginjal monyet dan serum anak sapi,
aspartame, dll.).
Program
vaksinasi yang gencar dikampanyekan secara global sejak puluhan tahun lalu
sesungguhnya tidak perlu dilakukan karena sistem tubuh manusia pada dasarnya
telah memiliki ketahanannya tersendiri terhadap penyakit. Tuhan telah begitu
sempurna menciptakan manusia. Hanya saja, walau demikian faktanya, sistem
kekebalan tubuh seorang bayi itu sangat tergantung pada masa kehamilan sang ibu,
apa yang dikonsumsinya selama mengandung dan bagaimana kondisi psikisnya.
Sayangnya, saat kehamilan, banyak sekali obat-obatan kimiawi‒yangdirekomendasikan
WHO‒yang masuk ke tubuh sang ibu sehingga malah memperlemah sistem kekebalan
sang janin.
Bentuk
konspirasi lain yaitu dengan cara pencemaran udara dalam penyebaran virus,
salah satunya virus flu burung. Pesawat terbang melakukan penyemprotan aerosol dalam bentuk chemtrails atau chemical trails merupakan garis lurus berwarna putih yang biasa
disemprotkan pesawat terbang di langit, membentuk lintasan-lintasan putih di
langit. Anak-anak biasanya senang melihat ini walau sebenarnya berbahaya.
Penyebaran wabah dengan cara seperti ini pernah terjadi di Desa Ukraina ketika
wabah H1N1 melanda wilayahnya.
Depopulation
program tidak hanya dilakukan lewat makanan, minuman, dan obat-obatan kimiawi,
namun juga lewat peperangan, konflik, rekayasa bencana alam, termasuk rekayasa
musim di berbagai belahan dunia. Tsunami Aceh di penghujung tahun 2004
merupakan bencana artifisial yang dipicu oleh ledakan mikro-nuklir Amerika
(baca artikel yang berjudul “Did New York Orchestrate The Asian Tsunami” yang ditulis
oleh Joe Vialls, 5-6 Januari 2005). Asumsi tersebut berdasarkan perbandingan
gempa di Aceh dan di Nias. Gempa bumi 8,7 Skala Richter di Pulau Nias yang
tidak menyebabkan tsunami padahal episentrumnya juga berada di laut di barat
pulau Nias (Baca artikel “Why the March 8,7 Quake Did Not Cause a Tsunami” yang
ditulis oleh Joe Vialls, 5 April 2005). Dalam artikel itu, Vialls dengan berani
menyatakan jika gempa di Pulau Nias adalah gempa alami, sedangkan yang di aceh
merupakan gempa artifisial. Tidak lama setelah menulis artikel itu, Vialls
ditemukan tewas di Perth, Australia Barat, 17 Juli 2005. Keterangan rumah sakit
menyebutkan serangan jantung sebagai penyebab kematiannya, padahal dia tidak
sakit apapun. Di usianya yang ke-61 dia masih bugar.
Semua
konspirasi jahat di atas meja makan yang tersimpan di dalam microchip itu di-upload mereka untuk diketahui oleh semua
warga dunia ini agar lebih selektif dalam menjalankan kehidupan ini. Hal
tersebut sangat berisiko dan sangat
mengancam jiwa mereka. Akhirnya mereka pun menjadi buruan CIA. Adrina
dan George mengungsi ke San Marino.
Profesor
Lombardo dan Profesor Salvo Contrada mati mengenaskan dengan luka tembak di
kepala yang dilakukan oleh anggota CIA. George menjadi geram. Akhirnya dia
mengaktifkan gadgetnya agar disadap signalnya. Peperangan pun dimulai. Dengan
strategi luar biasa dan keterampilan menembak, George dapat menghapus semua
agen CIA itu. Setelah selesai semua, George dan Alda terbang ke Jakarta untuk
memulai kehidupan baru. CIA pun menutup kasus ini. Bencana yang mempersatukan
sepasang suami isteri yang telah terpisah karena long distance in relationship. Mereka pun hidup bahagia.
novel yang menggugah saya banget ,,,!!!
BalasHapus