Rabu, 02 Januari 2013

Sinopsis Codex

Depopulasi Program

            Setelah sukses mengorbitkan buku pertamanya yang berjudul The Jacatra Secreet yang membahas tentang simbol freemansonry di Kota Tua, Jakarta, kini Rizki Ridyasmara meluncurkan buku kedua yang diberi judul Codex. Buku kedua ini membahas tentang konspirasi jahat Pentagon dan Gedung Putih dengan penyisipan racun di atas meja makan. Berkat kontribusi Salsabila Kautsar Utama, buku ini dapat sampai ke tangan saya.
            Buku ini berjenis faksi (fakta dan imajinasi) yaitu berisi tentang fakta-fakta kandungan racun dalam makanan dan kisah cinta antara seorang Doktor dengan mantan sniper pasukan Australia. Kisah-kisah yang menegangkan dan penuh intrik terjalin dengan sempurna didukung oleh setting Italia, yang dapat menambah pengetahuan pembaca tentang kondisi geografis dan budaya negara yang dikenal dengan kelezatan espresonya ini.
            Tokoh utama dalam novel ini adalah George Marshall (mantan tentara Australia dari pasukan elite SAS-Australian) dan Doktor Alda Adrina (Saintis senior La Rocher Laboratory di Milan) yang bergerak dalam bidang biologi molekular. Cerita berawal dari kisah cinta antara George dan Adrina. Mereka dipertemukan di Laboratorium Medis Angkatan Laut AS NAMRU, Jakarta. Ketika itu, George Marshall tengah menyelidiki kematian dua turis Inggris di Bali akibat terpapar virus H5N1, sedangkan Doktor Adrina menjadi tamu kehormatan NAMRU yang diutus La Rocher Alboratory untuk melakukan pengujian sejumlah sampel darah yang menjadi bagian dari riset biomedisnya.
            Pertemuan demi pertemuan mereka lewati. Timbullah benih-benih cinta di antara mereka. Il colpo di fulmine ‘cinta pada pandangan pertama’. Setelah menjalani pacaran yang amat singkat, keduanya pun mengikat janji di sebuah gereja di Milan. Pernikahan mereka tidak disertai bulan madu karena keduanya harus segera kembali pada kesibukannya masing-masing. Doktor Adrina dengan tugas risetnya, sedangkan George segera meninggalkan Milan untuk kembali ke Sidney selama beberapa pekan.
            Cinta ternyata tak bisa langgeng saat keduanya jarang bertemu. Bohong besar jika ada orang yang menyatakan bahwa kualitas pertemuan lebih penting daripada kuantitas dalam memelihara hubungan. Keduanya, kuantitas dan kualitas, absolut diperlukan. Pernikahan itu pun tidak bertahan lama. George dan Adrina akhirnya sama-sama merasa jika pernikahan ternyata bukanlah medium yang tepat untuk mereka. Persahabatan yang tulus, mungkin itu yang lebih bermakna. Mereka pun memilih bercerai dengan baik-baik, namun keduanya tetap memelihara cincin kawinnya di jari manis masing-masing.
            Perpisahan itu, walaupun dilakukan dengan baik-baik, tetap menimbulkan luka di hati masing-masing. Dr. Adrina berusaha mengobatinya dengan menggunakan seluruh waktu dan perhatiannya di Laboratorium, sedangkan George memilih untuk memulai hidup baru sebagai seorang novelis. Adrina tetap di Milan, sedangkan George memilih untuk menetap di pinggiran Jakarta.
            Adrina menjadi target untuk dieksekusi karena pemegang microchip yang menjadi incaran mafia La Cosa Nostra, La Camorra, dan CIA (agen rahasia AS). Akan tetapi, Alda tidak menyadari hal itu. Alda meminta George untuk terbang ke Milan dalam rangka menyelidiki kasus kematian para saintis dengan cara mengenaskan.
            Pertemuan itu menimbulkan kembali benih-benih cinta yang telah lama mengendap. Keduanya tidak dapat menyembunyikan perasaan masing-masing bahwa mereka masih saling mencintai. Di depan mereka telah banyak pasang mata dan senjata yang siap memantau dan mengeksekusi mereka. Mereka dengan tidak sengaja telah melibatkan dua orang profesor yaitu Profesor Lombardo (rekan kerja Adrina di La Rocher dan Universitas Roma) dan Profesor Salvo Contrada.
            Vila Salvo Contrada menjadi tempat yang dianggap aman untuk membuka dan membahas microchip yang menjadi buruan banyak mafia. Isi microchip tersebut adalah depopulation program. Program ini didalangi oleh Pentagon dan Gedung Putih. Program ini resminya diluncurkan di masa Presiden Jimmy Carter. Dalam dokumen rahasia untuk U.S. National Security tertanggal 24 April 1974, berjudul “Implikasi Pertambahan Penduduk Dunia Atas Keamanan dan Kepentingan AS di Luar Negeri”, Kissinger menyatakan:
“Pengurangan jumlah penduduk dunia harus menjadi prioritas utama politik Luar Negeri AS. Amerika Serikat akan memerlukan bahan-bahan sumber mineral dengan jumlah banyak dari luar negeri, terutama yang berasal dari negara-negara berkembang. Dengan mengurangi jumlah penduduknya maka akan dapat meningkatkan prospek stabilitas, kebijakan kependudukan menjadi relevan berkaitan dengan sumber-sumber daya alam, pasokannya, dan kepentingan perekonomian AS sendiri.”
(Untuk melihat teks aslinya, silakan download di http://wlym.com/text/NSSM200.htm.)
            Codex Alimentarius sekarang telah menjadi kuda tunggangan bagi proyek jahat Depopulation. Nyaris seluruh produk pangan dewasa ini dari bibit tumbuhan hingga menjadi berbagai macam produk makanan dijual bebas di seluruh mal dan supermarket di dunia. Penggunaan vaksin yang dikampanyekan WHO sebagai anti penyakit atau untuk kekebalan tubuh manusia merupakan salah satu konspirasi yang mendukung program depupulation ini. Banyak vaksin justru merupakan zat berbahaya yang lebih jahat ketimbang penyakit yang ingin ditangkalnya. Dalam simposium perkembangan masa depan dunia di tahun 1957, vaksin dikampanyekan ke seluruh dunia dan hasilnya, sampai dengan tahun 1960-an, ribuan orang di seluruh dunia meninggal akibat kanker. Padahal vaksin itu dibuat dari sejumlah mikroba, antibiotik, zat kimia, dan sampingan bahan-bahan metal dan hewan. Dalam microchip itu dijelaskan bahwa “jeroan” dalam sejumlah vaksin populer terdapat kandungan formalin, janin anak ayam, jaringan sel diploid ketuban janin bayi aborsi, indikator merah albumin manusia, 2-phenoxyethenol lapisan malar ginjal monyet, phenol suatu persenyawaan yang dihasilkan dari penyulingan cairan gelembung tar dari kulit anak sapi, sel ginjal monyet dan serum anak sapi, aspartame, dll.).
            Program vaksinasi yang gencar dikampanyekan secara global sejak puluhan tahun lalu sesungguhnya tidak perlu dilakukan karena sistem tubuh manusia pada dasarnya telah memiliki ketahanannya tersendiri terhadap penyakit. Tuhan telah begitu sempurna menciptakan manusia. Hanya saja, walau demikian faktanya, sistem kekebalan tubuh seorang bayi itu sangat tergantung pada masa kehamilan sang ibu, apa yang dikonsumsinya selama mengandung dan bagaimana kondisi psikisnya. Sayangnya, saat kehamilan, banyak sekali obat-obatan kimiawi‒yangdirekomendasikan WHO‒yang masuk ke tubuh sang ibu sehingga malah memperlemah sistem kekebalan sang janin.
            Bentuk konspirasi lain yaitu dengan cara pencemaran udara dalam penyebaran virus, salah satunya virus flu burung. Pesawat terbang melakukan penyemprotan aerosol dalam bentuk chemtrails atau chemical trails merupakan garis lurus berwarna putih yang biasa disemprotkan pesawat terbang di langit, membentuk lintasan-lintasan putih di langit. Anak-anak biasanya senang melihat ini walau sebenarnya berbahaya. Penyebaran wabah dengan cara seperti ini pernah terjadi di Desa Ukraina ketika wabah H1N1 melanda wilayahnya.
            Depopulation program tidak hanya dilakukan lewat makanan, minuman, dan obat-obatan kimiawi, namun juga lewat peperangan, konflik, rekayasa bencana alam, termasuk rekayasa musim di berbagai belahan dunia. Tsunami Aceh di penghujung tahun 2004 merupakan bencana artifisial yang dipicu oleh ledakan mikro-nuklir Amerika (baca artikel yang berjudul “Did New York Orchestrate The Asian Tsunami” yang ditulis oleh Joe Vialls, 5-6 Januari 2005). Asumsi tersebut berdasarkan perbandingan gempa di Aceh dan di Nias. Gempa bumi 8,7 Skala Richter di Pulau Nias yang tidak menyebabkan tsunami padahal episentrumnya juga berada di laut di barat pulau Nias (Baca artikel “Why the March 8,7 Quake Did Not Cause a Tsunami” yang ditulis oleh Joe Vialls, 5 April 2005). Dalam artikel itu, Vialls dengan berani menyatakan jika gempa di Pulau Nias adalah gempa alami, sedangkan yang di aceh merupakan gempa artifisial. Tidak lama setelah menulis artikel itu, Vialls ditemukan tewas di Perth, Australia Barat, 17 Juli 2005. Keterangan rumah sakit menyebutkan serangan jantung sebagai penyebab kematiannya, padahal dia tidak sakit apapun. Di usianya yang ke-61 dia masih bugar.
            Semua konspirasi jahat di atas meja makan yang tersimpan di dalam microchip itu di-upload mereka untuk diketahui oleh semua warga dunia ini agar lebih selektif dalam menjalankan kehidupan ini. Hal tersebut sangat berisiko dan sangat  mengancam jiwa mereka. Akhirnya mereka pun menjadi buruan CIA. Adrina dan George mengungsi ke San Marino.
            Profesor Lombardo dan Profesor Salvo Contrada mati mengenaskan dengan luka tembak di kepala yang dilakukan oleh anggota CIA. George menjadi geram. Akhirnya dia mengaktifkan gadgetnya agar disadap signalnya. Peperangan pun dimulai. Dengan strategi luar biasa dan keterampilan menembak, George dapat menghapus semua agen CIA itu. Setelah selesai semua, George dan Alda terbang ke Jakarta untuk memulai kehidupan baru. CIA pun menutup kasus ini. Bencana yang mempersatukan sepasang suami isteri yang telah terpisah karena long distance in relationship. Mereka pun hidup bahagia. 
           
           

1 komentar:

  1. diana nur rohmah16 Mei 2013 pukul 20.39

    novel yang menggugah saya banget ,,,!!!

    BalasHapus