Libur semester telah tiba. Tak lengkap
rasanya jika tidak melangkahkan kaki ini dalam berpetualang di alam liar. Dalam
waktu satu hari, aku, Teh Yun, dan Miss Dj memutuskan untuk menjelajahi kawasan
Dieng karena holiday kali ini bertepatan dengan hari pernikahan sahabatku,
Risdha Diana yang berlokasi di Payaman, Jawa Tengah. Alhamdulillah untuk
transportasi ada yang berbaik hati meminjamkan avanza sepaket dengan sopirnya.
Jumat,
28 Desember 2012, pukul 08.00 WIB kami berangkat. Perjalanan Sukabumi –
Magelang via jalur selatan. Selama dalam perjalanan, aku melihat banyak tragedi
kecelakaan. Di kawasan Cipatat, kami melihat sebuah mobil kijang inova menabrak
rumah warga. Kondisi kaki pengendaranya bersimbah darah dengan ekspresi wajah
yang memilukan. Tragedi berikutnya yaitu terbaliknya dua buah mobil tronton
karena overload membawa kayu dan
pasir di daerah Cirebon.
Pukul
18.00 kami singgah di sebuah masjid kawasan Wanareja, perbatasan Jawa Barat dan
Jawa Tengah untuk salat magrib dan isya. Setelah itu, kami mampir ke kedai sate
untuk makan malam. Usai menikmati kuliner tersebut, kami langsung melanjutkan perjalanan.
Suara Boyce Avenue, Christina Perry, David Archuleta, Daniel Bedingfield, Nidji,
Gigi, Brian MC Knight, serta derasnya air hujan menyelimuti kami dalam lelapnya
tidur.
Jam
24.00 kami rehat sejenak untuk membersihkan muka dan sikat gigi di sebuah POM
bensin daerah Purwokerto. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di rumah calon
manten tepat pukul 02.30 dini hari. Kami pun langsung tepar di balik selimut
tebal.
Sabtu,
29 Desember 2012, pukul 07.00 Prosesi akad Risdha dan Taufiq dimulai. Suasana
begitu hening dan khidmat. Time to pray...
“Salah satu waktu yang baik untuk memanjatkan doa
adalah ketika prosesi akad nikah karena semua malaikat menjadi saksi dan ikut
mengaminkan doa kita”. Happy wedding ya sahabatku, semoga menjadi keluarga
samara. Selanjutnya, makan-makan dan pemotretan hehehe.....
Kami langsung tancap gas ke Dataran Tinggi Dieng. Di
sinilah mulai penjelajahan kami. Payaman – Secang – Temanggung – Wonosobo –
Banjarnegara – Dieng. Kami berhenti di sebuah masjid kawasan Dieng. Seorang
guide menghampiri kami, lalu ditunjukkan beberapa homestay untuk kami bermalam di sana. Akan tetapi, cukup sulit juga
menemukan yang kosong karena semuanya nyaris sudah di-booking. Akhirnya, kami pun menemukan Homestay Hinggil yang cukup dekat dengan jalan raya dan masjid,
yang terpenting adalah terdapat sarana air panas karena cuaca di sana sangat
dingin. Harga homestay tersebut Rp150.00,00 per malam. Menu makan malam pada
waktu itu adalah mie ongklok, susu jahe, dan martabak telur.
Minggu, 30 Desember 2012, Pukul 04.00 pagi kami mendaki
untuk melihat keeksotisan golden
sunrise at Dieng Plateau. Tanpa sarapan, kami nekat
melakukan eksplorasi itu. Mendaki dan terus mendaki, walau lelah dan terjal,
tetap semangat. Akhirnya kami tiba di puncak (Bukit Sikunir) tepat waktu. Dieng
adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar
2.000 m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 15—20 °C di siang hari dan
10 °C di malam hari. Pada Musim Kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ‘embun racun’ karena
menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian. Kawasan Dieng
merupakan penghasil sayuran dataran tinggi untuk wilayah Jawa Tengah. Kentang adalah komoditas utama. Selain itu, wortel, kubis, dan berbagai bawang-bawangan dihasilkan dari kawasan ini. Selain sayuran, Dieng juga merupakan sentra
penghasil carica ‘pepaya gunung’ dan jamur.
Sang surya pun muncul, langsung kusambut dengan camera pocket-ku. Setelah semua momen
terekam sempurna di balik lensa kameraku, kami pun beranjak turun. Mie rebus,
cilok goreng, kentang goreng, dan Purwaceng Susu (minuman tradisi kuno dataran
tinggi dieng yang terbuat dari rempah-rempah dan susu) memberikan suntikan
energi untuk tubuh kami.
Sunrise at Sikunir Hill
Negeri di atas awan @Bukit Sikunir
Kami berada di 2000 m di atas permukaan laut
Bukit Sikunir
Panorama Dataran Tinggi Dieng di atas Bukit Sikunir
Telaga Cebong
Tempat parkir kawasan DTD
Tak hanya berhenti di
Bukit Sikunir, petualangan kami berlanjut ke Telaga Warna. Cukup membayar Rp9000,00
(Rp7.000,00 untuk tiket masuk dan Rp2.000,00 untuk masker) kami bisa menikmati keindahan
telaga ini. Menurut warga sekitar, berbagai warna yang muncul di telaga ini
konon diakibatkan oleh jatuhnya batu perhiasan seorang bangsawan ke dalam
telaga. Akibatnya, warna air di telaga ini menjadi beraneka ragam. Akan tetapi,
secara ilmiah warna-warna yang tampak dari telaga ini diakibatkan oleh adanya
kandungan batu belerang di dalamnya. Ketika terkena matahari, warna ini akan
dibiaskan dan ditangkap oleh mata menjadi warna-warna seperti merah, hijau,
biru, putih, lembayung. Di area ini juga terdapat banyak gua untuk bersemedi.
Telaga Warna
Panorama Pohon Pinus dan Telaga Warna
Foto dulu.... :D
Tak lengkap rasanya
jika ke Dieng Plateau tidak mampir ke Kawah Sikidang. Dengan uang Rp30.000,00
untuk tiga orang, kami sudah bisa menikmati Kawah Sikidang dan Kompleks Candi
Arjuna. Sikidang adalah kawah yang paling populer dikunjungi wisatawan. Kawah
ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu
kawasan luas. Dari karakter inilah, namanya berasal karena penduduk setempat
melihatnya berpindah-pindah seperti kijang (kidang dalam bahasa Jawa).
Ketika kami beranjak pergi dari kawah, terdapat sekelompok gatot kaca beserta
kereta kencananya. Ya... jika mau berfoto dengan mereka, harus membayar Rp5.000,00.
Tapi, aku nggak berani karena kostum mereka yang menyeramkan.
View Kawah Sikidang
Saat mendekati parkiran
mobil, tiba-tiba Teh Yun muntah. Aku dan Dj panik dan diam sejenak untuk
memulihkan kondisinya. Setelah agak baikan, kami pun melanjutkan perjalanan ke
Kompleks Candi Arjuna. Sesampainya di sana, Teh Yun sudah terkulai lemas dan
tak sanggup untuk berjalan. Akhirnya, dia menunggu di mobil dengan sopir. Aku,
Dj, dan Pak Guide terus berjalan menikmati view
perkebunan kentang, Kompleks Candi Arjuna, Bukit Tubbies, dan Museum Kailasa.
Untuk menghilangkan rasa dingin, kami membeli jagung bakar dengan harga
Rp4.000,00. Setelah puas menikmati pemandangan di sana, kami pun kembali ke
penginapan.
Perkebunan kentang
Museum Kailasa
Perjalanan menuju Kompleks Candi Arjuna
Bukit Tubbies
Kompleks Candi Arjuna
Oh.... ternyata. Sakit
Teh Yun berkelanjutan. Kami pun memanggil tukang pijat. Kondisi lumayan mereda.
Kami langsung menuju ke Yogyakarta. Akan tetapi, di tengah perjalanan daerah
Salaman, Teh Yun sudah tak berdaya. Kami pun singgah di sebuah masjid. Sambil
berpikir antara melanjutkan perjalanan ke Yogya atau langsung ke Pangandaran
atau mampir ke rumah teman, tiba-tiba ada tabrakan motor antara vario dan honda
beat yang dikendarai oleh perempuan. Spontanitas aku berlari menghampiri si
korban. Alhamdulillah, semuanya selamat, hanya luka-luka kecil saja. Kembali ke
Teh Yun, dia masih muntah-muntah. Aku miris melihatnya. Akhirnya, kami
memutuskan ke Klinik saja agar Teh Yun mendapatkan perawatan intensif.
Alhamdulillah tidak
begitu sulit untuk mencari klinik di daerah itu walaupun kondisi fasilitas dan
bangunannya seadanya. Kami langsung menuju ruang UGD sambil memboyong Teh Yun.
Lambungnya masih menolak makanan. Obat yang masuk pun dimuntahkan kembali
seutuhnya. Kami terus menunggu hingga kondisi membaik, namun belum ada
perubahan juga. Kami memutuskan untuk mencari hotel agar Teh Yun mendapatkan
perawatan maksimal. Perjalanan kami ke arah Purworejo. Akhirnya, ditemukanlah
Hotel Bagelen. Perlahan tapi pasti, obat dan makanan bisa diterima oleh
lambungnya. Keesokan harinya, alhamdulillah Teh Yun pulih total. Kami segera
meluncur ke Pangandaran.
Teh Yun terbaring lemas tak berdaya
di UGD Puskesmas Salaman hiks.....:(
di UGD Puskesmas Salaman hiks.....:(
Senin, 31 Desember
2012, pukul 15.00 kami tiba di Pangandaran. Namun, kondisi begitu pengap.
Lautan dijubeli banyak pengunjung, parkiran penuh, susah bergerak. Kami tidak
nyaman. Pukul 20.00 kami memutuskan untuk pulang saja ke Sukabumi.
Yap.... perjalanan yang
cukup melelahkan dan menyenangkan :)